PENDAHULUAN
Bismillahirahmanirrahim,
Islam adalah agama yang tidak hanya memgajarkan bagaimana cara
beribadah, dan muamalah saja, Islam sangat menghargai hak-hak manusia dan
sangat menjunjung tinggi martabat manusia sampai-sampai dalam masalah kriminal
Islam mengatur dengan begitu detailnya. Islam melarang Umatnya untuk berlaku dzalim
pada apa dan siapa saja termasuk berbuat dzalim terhadap satu sama lainnya.
Mudah-mudahan dengan penyuguhan makalah jinayat ini, tindakan kriminal menjadi semakin berkurang.
Kesalahan dan kekurangan dalam penyuguhan makalah pastilah ada, untuk itu
penulis minta maaf atas semua kesalahan dan kekurangan dalam penulisan, dan
mari kita bahas bersama masalah jimayat ‘ala maa duna nafs,,,,,
PEMBAHASAN
JINAYAT ‘ALA MA DUNA NAFS
A.
Definisi
Jinayat ala ma duuna nafs adalah tiap penganiayaan terhadap anggota
badan, baik dengan cara melukai atau menghilangkan manfaat anggota badan atau
bahkan menghilangkan sebagian anggota badan seseorang.[1]
B.
Macam-macamnya[2]
Menurut ulama Hanafiyah dan ulama Malikiyah jinayat seperti ini dibagi
menjadi dua, yaitu
1)
disengaja
(Amd)
2)
dan
tidak disengaja (khoto’),
Berbeda dengan ulama Syafi’iyah dan Hanabilah mereka membagi
jinayat seperti ini dengan tiga bagian, yaitu:
1)
Jinayat
Amd yaitu menyengaja melukai atau mencidrai orang lain dengan dengan tujuan
‘adawah (permusuhan), seperti orang yang melemparkan sebuah benda berat pada
orang lain sehingga orang yang terkena benda itu terluka. Lain halnya jika
tujuan melukainya karena mendidik atau menta’zirnya.
2)
Jinayat
syibh Amd (serupa sengaja) yaitu seperti orang melemparkan batu keci pada orang
lain yang biasanya batu sekecil itu tidak melukainya.
3)
Jinayat
khoto’(tidak sengaja) yaitu orang yang melekukan tindakan tersebut tidak
sengaja melukai, seperti orang yang
melemparkan batu dari jendela rumah kemudian batu itu menimpa pada orang
yang ada di luar.
Semua jenis jinayat di atas itu terkena hukuman, baik qisash maupun
diyat, namun untuk jinayat Syibhu Amd dan Khoto’ hanya terkena hukuman diyat
saja.
1.
Hukuman
Ibanah al athrof (melukai atau memotong tangan)
Kata Al-Athrof menurut para ahli fiqih mempunyai arti kedua tangan
beserta jari-jarinya, kedua kaki beserta jari-jarinya, hidung, mata, mata,
telinga, bibir, gigi, rambut, dan lain sebagainya.
Hukuman melukai anggopta badan di atas adakalanya dengan qisash dan
adakalanya dengan diyat saja.
e Qisash
Pelaku diqisash manakala memenuhi syarat-syarat seperti yang
terdapat dalam jinayat ala nafs, menurut Hanafiyah pelaku yang akan diqisash
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
? Berakal sehat
? Baligh
? Sengaja melakukan dan tidak karena paksaan
? Bukan aslu (Bapak, kakek, dst) dari yang dilukai
? Orang yang dilukai adalah orang yang haram darahnya (ma’shum)
? Mumatsalah
? Yang dilukai bukan miliknya orang yang melukai
? Berlansung karena tanpa ada sebab
Selain syarat-syarat yang terdapat dalam pembunuhan terdapat pula
syarat khusus dalam jinayat ala ma duna nafs, yaitu mumatsalah dalam segi
perbuatan, tempat dan manfa’at anggota badan yang dilukai.
e Diyat
Jika pelaksanaan qisash terhalang oleh hal-hal yang menghalanginya
maka qisash diganti dengan diyat.
2.
Menghilangkan
manfaat anggota badan
Para ulama berbeda pendapat dalam
masalah menghilangkan manfaat anggota badan, Malikiyah dan Hanabilah
berpendapat yang terkena qishas jika yang dihilangkan manfaatnya adalah
penglihatan, pendengaran, dan pencium, Syafi’iyah sepakat dalam penglihatan dan
pendengaran saja. Adapun mengenai kekerasan, menghilangkan indra perasa dan
pencium menurut qoul yang lebih Shahih
terkena qishash. Berbeda dengan ulama Hanafiyah,mereka tidak mewjibkan qishash
menghilangkan manfaat anggota badan kecuali menghilangkan penglihatan.[3]
3.
Hukuman
orang yang melukai kepala
Para ulama berbeda pendapat mengenai
hal luka yang terdapat pada kepala, ada yang mengatakan sepuluh ada pula yang
mengatan sebelas. Di bawah ini jenis-jenis luka yang menimpa pada kepala dan pelaku
yang menyakiti harus terkena qishash
@ Al-harishah, yaitu luka yang menggores kulit tanpa mengeluarkan
darah
@ Al-Dami’ah, yaitu luka yang
mengeluarkan darah tapi tidak sampai mengalirkannya. Ada yang mengatakan
Al-Dami’ah adalah luka yang mengalirkan darah
@ Al-Damiyah, yaitu luka yang mengalirkan darah ada yang mengatakan
bahwa Al-Damiyah adalah luka yang mengeluarkan darah tapi tidak sampai
mengalirkannya. Ulama Hanabilah menamakan Al-Dami’ah dan Al-Damiyah dengan
sebutan Bazilah.
@ Al-Badli’ah, yaitu luka yang sampai dagingnya sedikit terbelah
@ Al-Mutalahimah, yaitu sesuatu yang membelah daging lebih banyak
dari Badli’ah
@ Al-Simhaq, yaitu luka yang mengenai pada kulit tipis antara daging
dan tulang
@ Al-Mudlihah, yaitu luka yang sampai kelihatan tulangnya
@ Al-Hasyimah, yaitu luka yang memecahkan tulang
@ Al-Munaqqilah, yaitu luka yang sampai memindahkan tulang dari satu
tempat ke tempat lain
@ Al-Aamah, yaitu luka yang menimpa pada selaput otak
@ Al-Damighah, yaitu luka yang membakar kulit yang menutupi otak dan
sampai menimpa pada otak.
Ulama Malikiyah
pendapatnya sama dengan jumhur dalam masalah di atas, hanya saja mereka
menyebut simhaq dengan sebutan Milthah juga dalam masalah
urutannya. Hukuman orang yang melukai bagian kepala orang lain adalah qishash atau penggantinya
yaitu arsy. Jika seseorang sengaja melukai orang lain maka hukumannya
adalah qishash.
e Qishas
Semua ulama sepakat dalam masalah
mudihah (luka yang terlihat tulangnya) terdapat qishash, karena firman Allah (والجروح قصاص) oleh karena itu
sangatlah memungkinkan dilakukannya qishash atas dasar kesamaan anggota yang di
lukai.
Dalam meng-qishash kita
melihat panjang lebarnya luka bukan besar kecilnya kepala, karena setiap
manusia ukuran kepalanya berbeda-beda.
Adapun dalam masalah luka selain
mudihah terjadi perbedaan pendapat, menurut Hanafiyah dan Malikiyah tetap
qishash baik lukanya di kepala maupun pipi. Berbeda dengan ulama Syafi’iyah dan
Hanabilah mereka mengatakan tidak ada qishash selain mudihah, sebagaimana sabda
Nabi
e
( لا طلاق قبل ملك
ولا قصاص فيما دون الموضحة من الجراحات)
e Ursy
Ursy adalah harta yang wajib dibayarkan
sebagai ganti qishash sebab melakukan jinayat ala ma duna naafs. Kebanyakan
ahli fiqih termasuk madzhab yang empat mengatakan tidak ada ursy yang di tentukan pada luka yang selain di
wajah dan kepala.
Para ulama sepakat bahwa ursy mudihah di bagian kepala itu sudah
ditentukan, sebagaimana dijelaskan dari haditsnya Amr Bin Hazm.
وفى المأمومة
ثلث الدية وفى الجائفة ثلث الدية وفى المنقلة خمس عشرة من الإبل , وفى كل أصبع من
أصابع اليد والرجل عشر من الإبل وفى السن خمس من الإبل وفى الموضحة خمس من الإبل
Artinya : Hukuman
ma’mumah itu sepertiga diyat, Ja’ifah sepertiga diyat, Munaqqalah lima belas unta,
dan hukuman pada tiap jari-jari kaki maupun tangan itu sepuluh unta, Gigi itu
dendanya lima unta, dan pada mudihah juga lima unta.
Dari hadits di
atas jelaslah bahwa:
a.
Mudihah
dendanya lima unta (separo dari seper sepuluhnya diyat)
b.
Hasyimah
dendanya sepuluh unta
c.
Munaqqalah
dendanya lima belas unta
d.
Damighah
dendanya sepertiga diyat
e.
Ma’mumah
dendanya sepertiga diyat
4.
Hukuman
Melukai anggota badan selain muka dan kepala (Al-Jarah)
Al-jarah
adalah anggota badan selain muka dan kepala. Al-Jarah dibagi menjadi dua yaitu
Ja’ifah dan yang bukan Ja’ifah. Al-Jai’fah adalah luka yang menembus ke dalam
tubuh manusia seperti punggung, perut, lambung, dan bagian belakang. Sedangkan
luka yang tidak sampai ke bagian dalam seperti kaki, tangan, lutut, tidak
dinamakan ja’ifah.
e Qishash
Para
ulama sepakat bahwa hukuman Ja’ifah bukanlah qiahash melainkan hanya diyat saja
karena dikhawatirkan jika qishash dilaksanakan akan mematikan orang yang di-qishash.
Para ulama berbeda pendapat tentang hukuman selain Ja’ifah. Hanafiyah berkata:
Tidak ada qisash jika orang yang dilukai (majruh) tidak mati baik ja’ifah
maupun selain ja’ifah. Malikiyah berkata: Wajib qishash jika melukainya
disengaja dan mungkin bisa tamatsul serta tidak di hawatirkan matinya orang
yang di-qishash. Syafi’iyah dan Hanabilah berkata: Pelakunya di-qishash jika lukanya
sampai pada tulangnya. Syarat qishash jarah amd adalah sama dengan
menghilangkan nyawa disengaja.
e Ursy
Jika
qishash tidak bisa dilaksanakan karena adanya sebuah udzur maka diganti dengan
ursy, ursy disini lebih sedikit dari
diyat. Al-Jai’fah ursy-nya sepertiga diyat dan selain Ja’ifah ursynya
tergantung apa yang di tetapkan hakim yang adil.
5.
Hukuman
jinayat ala ma duna nafsi yang tidak disengaja
Hukuman
jinayat ala ma duna nafsi yang tidak disengaja adalah diyat kamilah (100 unta)
atau ursy sebagaimana telah dijelaskan dalam hukuman jarah dan syijaj
6.
Jinayat
atas Janin
Jika
seseorang (Ibu, Bapak dan yang lainnya) memukul perut atau punggung wanita yang
sedang hamil yang mengakibatkan janin keluar baik keluar dalam keadaan hidup
atau mati maka terdapat dua pembahasan.
? Jika janin keluar dari rahim sang ibu dalam keadaan mati maka
pelaku terkena hukuman diyatul janin, diyatul janin adalah memerdekakan budak lelaki
maupun perempuan.
? Jika janin keluar dari rahim sang ibu dalam keadaan hidup maka
pelaku terkena qiahash, pendapat ini sesuai dengan pandangan malikiyah.
JINAYAT ATAS BINATANG
Para
ahli fiqih sepakat bahwa pemelihara binatang (Orang yang punya binatang, orang
yang menyewa binatang, orang yang mengghosob bintang, dan lain sebagainya)
harus menanggung apa yang hilang/luka dari binatang, jika memang luka itu ada
pada saat salah satu diantara mereka memeliharanya/ menguasai kepemilikannya.
JINAYAT TEMBOK MIRING (DOYONG)
Bangunan
yang roboh dan mengakibatkan kerusakan pada benda lain seperti dinding yang
roboh dan di bawah dinding itu ada manusia yang kejatuhan puing-puing dinding
tersebut maka pemilik bangunan terkena hukuman. Jika seseorang yang kejatuhan
puing-puing dinding mati maka pemilik dinding terkena diyat, jika yang
kejatuhan puing-puing tidak mati maka si pemilik dinding hanya terkena denda
ursy, dan jika yang kejatuhan puing-puing dinding adalah sebuah benda atau
binatang maka pemilik dinding wajib menggantinya.
Robohnya
dinding bisa disebabkan celah asli sejak membuat dan juga celah karena lamanya
sebuah bangunan.
1.
Bangunan
yang roboh karena celah asli sejak membangun
Para ulama sepakat bangunan yang
sengaja di bangun miring ke jalan umum atau ke tanah milik orang lain maka jika
roboh dan merusak jalan umum atau merusak benda milik orang lain maka si
pemilik bangunan wajib menggantinya.
2.
Bangunan
yang roboh karena celah yang ada dimasa mendatang (celah karena lamanya
bangunan)
Menanggapi masalah bangunan yang
roboh karena celah lamanya bangunan para ulama berbeda pendapat, Syfi’iyah
berkata: Sipemilik bangunan tidak berkewajiban menanggung apa yang disebabkan
oleh bangunannya karena mereka membangun di tanah sendiri dengan bangunan yang
lurus keatas serta kokoh, berbeda dengan pendapat jumhur (Hanafiyah, Malikiyah
dan Hanabilah) mereka berkata: Jika si pemilik bangunan tidak diminta untuk
segera memperbaiki atau merobohkan bangunan yang sudah tua itu maka jika roboh
sendiri dan menjatuhi benda atau orang maka si pemilik bangunan tidak terkena
denda, namun jika si pemilik bangunan sudah diminta untuk memperbaiki atau
merobohkan tapi tidak dilaksanakan maka jika bangunan itu roboh dan merusak benda
milik orang lain si pemilik bangunan wajib menggantinya
DARTAF PUSTAKA
e Kementrian Agama kuait, Mawsuah
fiqhiyah.
e Zuhali, Wahbah.Fiqh Islam Waadillatuhu, Damaskus, Daarul
Fikr
0 komentar:
Posting Komentar